JAKARTA - Dunia pers Indonesia kembali dilanda kecemasan dengan munculnya Rancangan Undang-undang (RUU) Penyuaran RI yang baru. Pasal 50B ayat (2) huruf C dalam draf RUU ini bagaikan waktu lahir yang siap mencakup independensi pers, dengan menawarkan penawaran eksklusif jurnalistik investigasi.
Ketentuan ini jelas bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang melindungi hak pers untuk menyebarkan karya jurnalistik tanpa batasan. Jurnalistik investigasi, sebagai pilar penting demokrasi, bertugas mengungkap fakta tersembunyi dan menyuarakan kebenaran. Melarang menyampaikannya sama saja dengan membungkam suara keadilan dan informasi.
"Kita harus tolak rencana ini!" seru Mahmud Marhaba, Ketua Umum Pro Jurnalismedia Siber (PJS), dengan nada tegas. Ditambahkannya, ini jelas membatasi kerja wartawan di semua platform media massa.
Ketegasan Mahmud bukan tanpa alasan. Pasal 50B ayat (2) huruf C bagaikan rantai bagi investigasi jurnalistik. Karya mereka yang berani dan kritis terancam terkubur dalam bayang-bayang sensor, merenggut hak untuk mendapatkan informasi masyarakat yang utuh dan transparan.
PJS tak tinggal diam. Pada peringatan HUT PJS ke-2 yang akan digelar pada 27 Mei 2024, penolakan terhadap RUU Penyuaran ini akan digaungkan. Suara lantang insan pers akan bersatu, menuntut DPR RI untuk membatalkan pasal yang mengancam keselamatan pers ini.
“Kita minta DPR RI batalkan RUU Penyiaran, khususnya Pasal 50B ayat (2) huruf C. Dewan Pers harus kawal ini, gandeng semua lembaga pers dan media di Indonesia,” tegas Mahmud, Selasa (21/05/2024) di kantor DPP PJS di Grand Palace Kemayoran Jakarta Pusat.
Aksi penolakan pun akan digelar di beberapa titik, termasuk di kantor DPR RI dan Dewan Pers. Persatuan insan pers menjadi kekuatan melawan regulasi yang berpotensi menjerumuskan demokrasi ke jurang kegelapan.
“Mari kita jaga kemerdekaan pers. Bersama, kita tolak RUU Penyuaran yang mengancam investigasi jurnalisme!,” ajak Mahmud.**
(Admin)