Indramayu - Dunia jurnalistik di Aceh tengah diguncang oleh praktik penyalahgunaan profesi yang mencoreng citra pers sebagai pilar demokrasi. Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Aceh, Dimas KHS AMF, secara tegas menyerukan aparat penegak hukum (APH) dan Dewan Pers untuk menindak tegas oknum wartawan, pimpinan redaksi, maupun pemilik media yang terlibat dalam proyek-proyek pemerintah demi keuntungan pribadi. Minggu 13/04/2025.
Menurut Dimas, sejumlah individu yang mengatasnamakan diri sebagai wartawan atau pimpinan media telah menyimpang jauh dari fungsi jurnalistik. Mereka justru menjelma menjadi makelar proyek, memanfaatkan media sebagai kedok untuk mendapatkan akses pada dana publik dan kegiatan pemerintah.
“Ini jelas pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan kode etik jurnalistik. Media digunakan sebagai alat untuk mencari proyek, bukan untuk menyampaikan informasi yang objektif dan akurat kepada publik,” tegas Dimas.
Media Fiktif dan Praktik Bisnis Terselubung
Dimas mengungkapkan bahwa fenomena media semu kini marak terjadi, khususnya di Aceh. Cukup bermodalkan domain dan hosting murah, sejumlah mantan jurnalis mendirikan perusahaan pers dengan struktur redaksi yang fiktif dan alamat kantor yang tidak jelas, bahkan hanya sekadar menumpang di rumah pribadi.
Di balik layar, mereka menjalankan berbagai praktik bisnis yang tidak sesuai tupoksi media, mulai dari menjual space iklan tanpa legalitas resmi, menjadi calo proyek pengadaan, hingga menjalankan event organizer yang tidak terdaftar. Parahnya, dalam beberapa kasus, mereka memanfaatkan sertifikat kompetensi hasil Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebagai alat untuk menekan instansi dan mendapatkan proyek.
(Danuri as)